Minggu, 24 Mei 2015

Manusia dan Keadilan : Keadilan Distributif

Pengertian Keadilan

Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dak terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama. Kalau tidak sama,maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidak-adilan.


Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal.
Salah satu jenis keadilan adalah Keadilan Distributif.

KEADILAN DISTRIBUTIF

                Ariestoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally). Sebagai contoh, Ali bekerja 10 tahun dan Budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima Rp 100.000 maka Budi harus menerima Rp 50.000. Akan tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil.


Daftar Pustaka  : Nugroho, Widyo dan Achmad Muchji(1996).MKDU Ilmu Budaya Dasar.Jakarta:Gunadarma

Senin, 11 Mei 2015

Bahagiakah Mereka?

Tema     : Manusia dan Penderitaan

                Akhir-akhir ini sering kita lihat dan dengar berita tentang para petinggi negara kita yang melakukan tindak pidana korupsi. Mereka dengan “keahliannya” itu menguras uang negara yang notabene merupakan uang rakyat. Mereka mengambil uang yang jelas-jelas bukan hak mereka. Kebanyakan dari mereka yang melakukan hal tersebut,mengaku karena faktor “desakkan lingkungan”, mungkin sebagian dari mereka sebenarnya tidak ingin melakukan hal tersebut, namun lingkungan dan kawan kerja mereka lah yang menyebabkan mereka ikut dalam lingkaran kemaksiatan tersebut. Kawan kerja yang mendapat “jatah” dari lawan bisnisnya mungkin juga merasa takut jika harus menerima uang haram itu seorang diri, untuk itu biasanya mereka membagikan “uang jatah” tersebut ke rekan kerja mereka yang mungkin saja teah mengetahui perilaku buruk mereka. Bisa jadi mereka membagikan uang tersebut juga sebagai “uang tutup mulut” agar tindakan mereka bisa aman.

                Tak sedikit pula dari mereka yang mengaku melakukan tindakan tersebut karena dorongan sang istri. Istri yang selalu menuntut lebih dari suaminya, istri yang selalu ingin hidup mewah, istri yang menuntut tas branded, mobil mewah, emas, berlian, jam tangan mewah, dan lain sebagainya. Tak ada yang dapat dilakukan sang suami selain mengambil “jalan pintas” untuk memenuhi seluruh tuntutan istrinya tersebut.




                Mungkin pada awalnya mereka merasa takut akan akibat yang akan mereka tanggung nantinya. Namun pada akhirnya,  mereka mulai terbiasa dengan apa yang mereka lakukan.

                Waktu demi waktu, kebiasaan ini berubah menjadi budaya yang mengakar pada setiap individu. Mungkin bagi mereka tindakan tersebut adalah hal yang lumrah dilakukan. Mereka dengan santainya memberikan uang haram tersebut kepada istri mereka untuk keperluan rumah tangga. Istri dan anak mereka pun secara tidak langsung telah “makan uang haram”, anak mereka sekolah dengan dibayar menggunakan uang haram, dan juga kegiatan lain yang sudah pasti menggunakan uang haram itu juga. Mereka telah menafkahi keluarga mereka dengan uang haram.

                Mereka bahagia, mereka senang, mereka hidup serba berkecukupan. Mereka tidak pernah bingung-bingung jika ingin membeli barang yang mereka inginkan. Uang banyak dan harta berlimpah sudah mereka miliki. Namun, dibalik seluruh kesenangan tersebut ada satu hal yang tidak mereka miliki, yakni kebahagiaan batin. Mereka tidak akan memiliki kebahagiaan batin, mereka akan selalu merasa was-was akan waktu yang akan menjemput mereka ke dalam sel tahanan. Setiap hari mereka akan hidup dalam ketakutan, ketakutan jika suatu saat palu sudah mengetuk meja pengadilan dan mengaharuskan mereka tinggal di “hotel prodeo”. Mereka bahagia, namun sebenarnya mereka menderita       

Senin, 04 Mei 2015

Estetika


Tema     : Manusia dan Keindahan


                Seperti artikel saya yang sebelumnya, Manusia dan Kebudayaan, disebutkan bahwa manusia sangat erat hubungannya dengan kebudayaan. Sedangkan kebudayaan itu sendiri erat kaitannya dengan seni dan suatu seni harus memiliki sisi estetika atau keindahan. Keindahan berarti sesuatu yang bersifat relatif, karena setiap orang memiliki penilaian terhadap keindahan yang berbeda-beda.

                Manusia melakukan berbagai aktifitas selama hidupnya. Manusia, hidup bagaikan menulis cerita di atas sebuah kertas. Setiap manusia pasti memiliki cerita yang berbeda-beda tentang hidupnya. Setiap perasaan, pikiran, kejadian, bisa menjadi cerita baru pada lembar kehidupannya. Setiap manusia pasti mencintai keindahan. Tanpa keindahan pandangan manusia terhadap hidup akan sangat flat / datar.


                Keindahan juga dapat mewarnai hidup seorang manusia. Tak dapat dielakkan lagi, bahwa keindahan merupan faktor utama bagi manusia dalam menilai sesuatu, tidak hanya keindahan yang dapat dirasakan melalui indra penglihatan namun juga yang dapat dirasakan melalui indra pendengaran. Karena keindahan tidak selalu identik dengan visual semata, melainkan lantunan nada juga merupakan keindahan.

                Jadi, pada hakikatnya manusia merupaan makhluk hidup yang  mencintai keindahan, sehingga manusia tidak dapat hidup tanpa faktor keindahan dalam hidupnya. Manusia dengan daya khayalnya yang tinggi dapat menciptakan suatu seni dengan nilai keindahan yang tinggi. Tak hanya dari daya khayal manusia, seni yang berdasarkan pengalaman pribadi juga dapat dibuat lebih menaik.