Tak terasa
beberapa minggu lagi insyaAllah saya akan menyelesaikan semester kedua di tahun pertama
perkuliahan saya di Universitas Gunadarma. Sedikit flash back dari perkuliahan di semester pertama, ketika awal masuk
kuliah saya sempat bingung dengan salah satu mata kuliah yang disediakan pihak
kampus untuk para mahasiswanya. Ya, soft-skill
! Di semester pertama, saya mendapat mata kuliah soft-skill : Ilmu Sosial Dasar
( ISD ). Mata kuliah yang hanya ada setiap satu bulan sekali ini, cukup
membuat saya bingung dengan tugas-tugasnya yang sama sekali tidak ada
hubungannya dengan jurusan yang saya ambil di kampus ini. Namun, yang saya
lakukan pada saat itu hanya mengikuti alur pembelajaran dari dosen ISD saya.
Masuk ke
semester kedua, ternyata mata kuliah soft-skill
ini masih mewarnai jadwal perkuliahan saya. Akan tetapi, di semester kedua ini
mata kuliah Ilmu Sosial Dasar berubah menjadi Ilmu Budaya Dasar ( IBD ). Kembali pertanyaan yang pernah saya
pikirkan di semester satu muncul, “Mata kuliah macam apa lagi sih iniii ??!?” gerutu saya dalam hati. Namun,
lagi lagi saya hanya mengikuti perkuliahan yang ada. Apakah kejadian di
semester satu harus terulang lagi? Dimana saya hanya mengikuti kelas dan
mengerjakan tugas-tugas tanpa mengetahui tujuan adanya mata kuliah ini.
Pertemuan
pertama perkuliahan Ilmu Budaya Dasar, membahas tentang apa itu Ilmu Budaya
Dasar dan Konsepsi Ilmu Budaya Dasar dalam Kesusastraan. Baru dilihat dari tema
bahasannya saja sudah terdengar membosankan, tapi saya tetap ‘memaksakan’ untuk
memperhatikan materi yang diberikan dosen. Pertemuan-pertemuan selanjutnya,
mulai membahas tentang hubungan manusia dengan kebudayaan, cinta kasih,
keindahan, penderitaan, keadilan, pandangan hidup, tanggung jawab, kegelisahan,
dan harapan. Materi-materi bahasan tersebut ternyata mampu menarik perhatian
saya terhadap mata kuliah ini. Selain itu, saya pun mulai mengerti akan tujuan adanya mata kuliah ini.
Materi yang menurut saya paling menarik
adalah materi mengenai Manusia dan Pandangan Hidup dan juga Manusia dan Harapan. Mengapa? Karena pada
saat materi itu disampaikan, saya merasa ada suatu ‘cambukan’ untuk diri saya yang mengingatkan tentang tujuan hidup
saya ke depan. Saya merasa, sebelum saya mempelajari Ilmu Budaya Dasar ini,
saya sangat acuh terhadap tujuan hidup saya, “Saya hidup hari ini, maka
saya harus memikirkan apa yang terjadi pada hari ini”. Hidup saya hanya sebatas
Bernafas
untuk Saat Ini. Saya tidak pernah memikirkan tentang pandangan
hidup saya, tujuan hidup saya, dan juga harapan untuk hidup saya di kemudian
hari. Namun sekarang, saya mulai memikirkan “Apa sih pandangan hidup saya?”, “Kenapa sih saya harus benar-benar menjaga pandangan hidup yang telah saya
buat?”, dan “Apa sih harapan hidup
saya kedepannya?”. Jika sebelumnya setiap harinya saya hanya bangun pagi,
bersiap dan berangkat ke kampus, belajar di kelas, berbincang-bincang bersama
teman-teman, pulang ke rumah, mengerjakan tugas kuliah, tidur, dan begitu
seterusnya, namun sekarang ketika saya terbangun di pagi hari, hal pertama yang saya
ingat adalah apa yang harus saya lakukan hari ini, sehingga semua cita-cita saya bisa tercapai di kemudian
hari, semua keinginan saya bisa saya dapatkan, dan apa yang bisa saya lakukan
untuk membuat kedua orang tua saya tersenyum karena saya pada hari ini.
Saya merasa, sebelumnya saya
tidak mempunyai arah hidup, namun ketika saya mulai memikirkan tentang hal-hal
tersebut, saya merasa sekarang saya berada pada sebuah track
, dimana saya harus mengikuti alur yang ada untuk mencapai goals yang telah saya buat sebelumnya. Sehingga hidup saya lebih
bermakna saat ini karena saya telah memiliki tujuan hidup yang jelas dan saya
akan terus berusaha untuk merealisasikan harapan-harapan hidup yang telah saya
buat. Tujuan dan harapan hidup saya itu jugalah yang bisa menjaga saya untuk
tetap berada pada ‘jalur’ yang ‘benar’, sehingga ketika saya mulai lupa
akan kewajiban saya, catatan mengenai
tujuan hidup saya lah yang dapat mengembalikan saya pada track hidup saya yang sesuai.