Minggu, 28 Juni 2015

Perubahan Setelah Mempelajari IBD


                Tak terasa beberapa minggu lagi insyaAllah saya akan menyelesaikan semester kedua di tahun pertama perkuliahan saya di Universitas Gunadarma. Sedikit flash back dari perkuliahan di semester pertama, ketika awal masuk kuliah saya sempat bingung dengan salah satu mata kuliah yang disediakan pihak kampus untuk para mahasiswanya. Ya, soft-skill ! Di semester pertama, saya mendapat mata kuliah soft-skill : Ilmu Sosial Dasar ( ISD ). Mata kuliah yang hanya ada setiap satu bulan sekali ini, cukup membuat saya bingung dengan tugas-tugasnya yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan jurusan yang saya ambil di kampus ini. Namun, yang saya lakukan pada saat itu hanya mengikuti alur pembelajaran dari dosen ISD saya.

                Masuk ke semester kedua, ternyata mata kuliah soft-skill ini masih mewarnai jadwal perkuliahan saya. Akan tetapi, di semester kedua ini mata kuliah Ilmu Sosial Dasar berubah menjadi Ilmu Budaya Dasar ( IBD ). Kembali pertanyaan yang pernah saya pikirkan di semester satu muncul, “Mata kuliah macam apa lagi sih iniii ??!?” gerutu saya dalam hati. Namun, lagi lagi saya hanya mengikuti perkuliahan yang ada. Apakah kejadian di semester satu harus terulang lagi? Dimana saya hanya mengikuti kelas dan mengerjakan tugas-tugas tanpa mengetahui tujuan adanya mata kuliah ini.

                Pertemuan pertama perkuliahan Ilmu Budaya Dasar, membahas tentang apa itu Ilmu Budaya Dasar dan Konsepsi Ilmu Budaya Dasar dalam Kesusastraan. Baru dilihat dari tema bahasannya saja sudah terdengar membosankan, tapi saya tetap ‘memaksakan’ untuk memperhatikan materi yang diberikan dosen. Pertemuan-pertemuan selanjutnya, mulai membahas tentang hubungan manusia dengan kebudayaan, cinta kasih, keindahan, penderitaan, keadilan, pandangan hidup, tanggung jawab, kegelisahan, dan harapan. Materi-materi bahasan tersebut ternyata mampu menarik perhatian saya terhadap mata kuliah ini. Selain itu, saya pun mulai mengerti akan tujuan adanya mata kuliah ini.

Materi yang menurut saya paling menarik adalah materi mengenai  Manusia dan Pandangan Hidup dan juga Manusia dan Harapan. Mengapa? Karena pada saat materi itu disampaikan, saya merasa ada suatu ‘cambukan’ untuk diri saya yang mengingatkan tentang tujuan hidup saya ke depan. Saya merasa, sebelum saya mempelajari Ilmu Budaya Dasar ini, saya sangat acuh terhadap tujuan hidup saya, “Saya hidup hari ini, maka saya harus memikirkan apa yang terjadi pada hari ini”. Hidup saya hanya sebatas Bernafas untuk Saat Ini. Saya tidak pernah memikirkan tentang pandangan hidup saya, tujuan hidup saya, dan juga harapan untuk hidup saya di kemudian hari. Namun sekarang, saya mulai memikirkan “Apa sih pandangan hidup saya?”, “Kenapa sih saya harus benar-benar menjaga pandangan hidup yang telah saya buat?”, dan “Apa sih harapan hidup saya kedepannya?”. Jika sebelumnya setiap harinya saya hanya bangun pagi, bersiap dan berangkat ke kampus, belajar di kelas, berbincang-bincang bersama teman-teman, pulang ke rumah, mengerjakan tugas kuliah, tidur, dan begitu seterusnya, namun sekarang ketika saya  terbangun di pagi hari, hal pertama yang saya ingat adalah apa yang harus saya lakukan hari ini, sehingga  semua cita-cita saya bisa tercapai di kemudian hari, semua keinginan saya bisa saya dapatkan, dan apa yang bisa saya lakukan untuk membuat kedua orang tua saya tersenyum karena saya pada hari ini.

Saya merasa, sebelumnya saya tidak mempunyai arah hidup, namun ketika saya mulai memikirkan tentang hal-hal tersebut, saya merasa sekarang saya berada pada sebuah  track , dimana saya harus mengikuti alur yang ada untuk mencapai goals yang telah saya buat sebelumnya. Sehingga hidup saya lebih bermakna saat ini karena saya telah memiliki tujuan hidup yang jelas dan saya akan terus berusaha untuk merealisasikan harapan-harapan hidup yang telah saya buat. Tujuan dan harapan hidup saya itu jugalah yang bisa menjaga saya untuk tetap berada pada ‘jalur’ yang ‘benar’, sehingga ketika saya mulai lupa akan kewajiban saya, catatan mengenai tujuan hidup saya lah yang dapat mengembalikan saya pada track hidup saya yang sesuai.

Minggu, 21 Juni 2015

Manusia, Harapan, dan Kewajiban


Minggu sore, seperti hari minggu yang lainnya, hari dimana saya harus kembali ke 'rumah' kedua saya dan meninggalkan rumah dimana kedua orangtua saya berada. Ketika saya sedang duduk di atas sebuah bis dengan jurusan Cikarang-Ps. Rebo, perjalanan terasa sangat membosankan. Entah apa yang sedang saya pikirkan sebelumnya, tiba-tiba bayang-bayang wajah kedua orang tua saya hadir dalam pikiran saya. Banyak sekali pertanyaan yang ‘menghantui’ perjalanan saya tadi sore. Pertanyaan pertama yang muncul daam pikiran saya adalah “ Apa sih yang udah saya lakuin buat bikin orangtua bahagia?”,”Mau sampai kapan gini-gini­ aja ke orangtua?” dan masih banyaakk lagi.

Keinginan kuat untuk membahagiakan orangtua tiba-tiba hadir dengan hebatnya. Perasaan itu semakin kuat dan semakin mewarnai pemikiran saya sore tadi. “Kapan saya bisa melihat air mata kebahagiaan mengalir di pipi kedua orangtua saya?”, “ Kapan orangtua saya bercerita kepada rekan-rekannya bahwa mereka bangga memiliki saya?” ....”Kapan? Kapan? Kapann???”. Tak ada hal lain yang harus saya lakukan saat ini selain belajar dengan giat dan melihat kesuksesan di depan mata saya. SAYA HARUS MENJADI ORANG YANG SUKSES.

Harapan-harapan itulah yang membangunkan “tidur siang” saya. Tidur siang yang mengajak saya pada kegiatan-kegiatan tak beguna, mengajak saya untuk membuang waktu saya dengan percuma, mengajak saya melupakan pengorbanan orangtua yang telah banting tulang mencari uang untuk biaya sekolah saya yang tidak sedikit itu.

Saya sadar dengan kewajiban yang harus saya lakukan saat ini. Jika orangtua saya telah memenuhi kewajibannya untuk membiayai sekolah saya, maka ini saatnya untuk saya melakukan kewajiban saya sebagai anak. Saya harus kuliah dengan rajin, saya harus lulus tepat waktu, saya harus bekerja demi membahagiakan kedua orangtua saya. Walaupun, mungkin hingga tetesan darah terakhir pun saya tidak akan pernah bisa membalas jasa kedua orangtua saya. Namun, mulai hari ini saya bertekad untuk selalu berusaha membuat mereka bangga dan bahagia karena saya.

Senin, 15 Juni 2015

Manusia dan Pandangan Hidup


Setiap manusia di dunia ini pasti memiliki pandangan hidup masing-masing. Pandangan hidup berguna sebagai pedoman seseorang dalam menjalani kehidupannya. Saya pun memiliki pandangan hidup, pandangan hidup saya yang pertama adalah selalu sayang dan hormat  kepada orang tua. Saya sadar dan percaya bahwa perintah Allah SWT tidaklah pernah salah. Nabi Muhammad saw juga selalu mengajarkan kita sebagai umatnya untuk selalu menghormati orang tua kita terutama kepada Ibu. Jika kita dapat menyayangi dan menghormati kedua orang tua kita niscaya dengan mudah kedua orang tua kita akan selalu mendo’akan setiap perjalanan hidup kita. Do’a dari orang tua merupakan do’a yang paling cepat diijabah oleh Allah SWT. Itu berarti insyaAllah perjalanan hidup kita akan jauh dari penyimpangan hidup.

                Tidak hanya itu, jika kita dapat menyayangi dan menghormati kedua orang tua kita sepenuh hati, maka orang tua kita pun akan meridhoi setiap keputusan yang kita ambil. Bukankah ridho Ibu merupakan ridho Allah SWT ? Dapat kita bayangkan jika kita sudah mendapat ridho dari Ibu yang otomatis juga ridho dari Allah SWT, betapa bahagia dan tentramnya hidup kita. Saya pun sangat yakin jika ridho orang tua merupakan faktor penentu yang paling utama dalam keberhasilan seorang anak. Maka dari itu saya akan berusaha sekuat tenaga untuk selalu mendapatkan ridho dari kedua orang tua saya. Orang tua merupakan segala-galanya bagi saya, jika ada yang seseorang yang mengatakan bahwa saya harus membangkang perintah kedua orang tua saya, maka dengan tegas dan pasti saya menjawab “TIDAK” dan perlahan menjauhi orang tersebut. Karena saya yakin jika ada orang yang tidak dapat menghormati kedudukan orang tua,  maka orang tersebut bukanlah orang yang tepat untuk dijadikan teman.

                Pandangan hidup kedua saya adalah mengamalkan setiap ilmu yang saya miliki kepada orang sekitar. Saya selalu diajarkan untuk baik kepada lingkungan sekitar, tidak pelit atas ilmu yang saya miliki walaupun ilmu itu hanya sekecil biji jagung, saya harus mengamalkan dengan ikhlas. Saya juga diajarkan bahwa setiap ilmu yang kita miliki tidaklah memiliki manfaat jika kita tidak mengamalkan kepada orang sekitar. Allah SWT pun akan dengan mudah mencabut segala ilmu yang kita miliki jika kita tidak dapat mempergunakan ilmu itu sebagai amal kebajikan.

                Saya juga yakin kalau ilmu yang kita amalkan kepada orang sekitar, maka pahala pun akan terus mengalir untuk diri kita jika orang tersebut dapat mengamalkan kembali ilmu yang telah kita amalkan kepada orang itu. Jika ada yang berpikiran bahwa dengan saya memberikan sedikit ilmu sya kepada orang di sekitar saya, maka bisa jadi suatu saat orang itu lebih pandai dari kita dan kita akan kalah bersaing dengan orang itu. Namun, yang ada di pikiran saya hanya Allah SWT yang mengetahui balasan yang setimpal untuk orang yang suka mengamalkan ilmu kepada orang sekitar, dan tidak pernah ada amalan sholeh yang dapat membuat kita merugi, bukan?