Sabtu, 06 Januari 2018

Penyelenggaraan Jasa Konstruksi

Usaha-usaha untuk mewujudkan sebuah bangunan diawali dari tahap ide hingga tahap pelaksanaan. Pihak-pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi dari fase perencanaan sampai dengan pelaksanaan dapat dikelompokkan menjadi tiga pihak, yaitu: pihak pemilik proyek/owner/prinsipal/employer/client/bouwheer; pihak perencana/designer dan pihak kontraktor/aannemer.
Orang/badan yang membiayai, merencanakan, dan melaksanakan bangunan tersebut disebut unsur-unsur pelaksana pembangunan. Masing-masing unsur tersebut mempunyai tugas, kewajiban, tanggungjawab, dan wewenang sesuai dengan posisinya masing-masing. Dalam melaksanakan kegiatan perwujudan bangunan, masing-masing pihak (sesuai dengan posisinya) saling berinteraksi satu sama lain sesuai dengan hubungan kerja yang telah ditetapkan. Koordinasi dari berbagai pihak yang terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan proyek konstruksi merupakan kunci utama untuk meraih kesuksesan sesuai dengan tujuannya.

Gambar 1 Pihak yang Terlibat dalam Proyek Kontruksi



1.                       PEMILIK PROYEK
Pemilik proyek atau pemberi tugas atau pengguna jasa adalah orang/badan yang memiliki proyek dan memberikan pekerjaan atau menyuruh memberikan pekerjaan kepada pihak penyedia jasa dan yang membayar biaya pekerjaan tersebut. Pengguna jasa dapat berupa perseorangan, badan/lembaga/instansi pemerintah maupun swasta. Hak dan kewajiban pengguna jasa adalah :
a.         Menunjuk prenyedia jasa (konsultan dan kontraktor).
b.        Meminta laporan secara periodik mengenai pelaksanaan pekerjaan yang telah dilakukan oleh penyedia jasa.
c.         Memberikan fasilitas baik berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh pihak penyedia jasa untuk kelancaran pekerjaan.
d.        Menyediakan lahan untuk tempat pelaksanaan pekerjaan.
e.         Menyediakan dana dan kemudian membayar kepada pihak penyedia jasa sejumlah biaya yang diperlukan untuk mewujudkan sebuah bangunan.
f.          Ikut mengawasi jalannya pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan dengan cara menempatkan waktu atau menunjuk suatu badan atau orang untuk bertindak atas nama pemilik.
g.        Mengesahkan perubahan dalam pekerjaan (bila terjadi).
h.        Menerima dan mengesahkan pekerjaan yang telah selesai dilaksanakan oleh penyedia jasa jika produknya telah sesuai dengan apa yang dikehendaki.
Berikut di bawah ini merupakan tugas dan wewenang dari pemberi tugas:
a.         Memberitahukan hasil lelang secara tertulis kepada masing-masing kontraktor.
b.        Dapat mengambil alih pekerjaan secara sepihak dengan cara memberitahukan secara tertulis kepada kontraktor jika telah terjadi hal-hal di luar kontrak yang ditetapkan.

2.                       KONSULTAN
Pihak/badan yang disebut sebagai konsultan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konsultan perencana dan konsultan pengawas. Konsultan perencana dapat dipisahkan menjadi beberapa jenis berdasarkan spesialisasinya, yaitu konsultan yang menangani bidang arsitektur, bidang sipil, bidang mekanikal dan elekrikal, dan lain sebagainya. Berbagai jenis bidang tersebut umumnya menjadi satu kesatuan yang disebut sebagai konsultan perencana.
a.         Konsultan Perencana
Konsultan perencana adalah orang/badan yang membuat perencanaan bangunan secara lengkap baik bidang arsitektur, sipil, maupun bidang lain yang melekat erat dan membentuk sebuah sistem bangunan. Konsultan perencana dapat berupa perseorangan/perseorangan berbadan hukum/badan hukum yang bergerak dalam bidang perencanaan pekerjaan bangunan. Hak dan kewajiban konsultan perencana adalah:
1)        Membuat perencanaan secara lengkap yang terdiri dari gambar rencana, rencana kerja, dan syarat-syarat, hitungan struktur, rencana anggaran biaya.
2)        Memberikan usulan serta pertimbangan kepada pengguna jasa dan pihak kontraktor tentang pelaksanaan pekarjaan.
3)        Memberikan jawaban dan penjelasan kepada kontraktor tentang hal-hal yang kurang jelas dalam gambar rencana, rencana kerja, dan syarat-syarat.
4)        Membuat gambar revisi bila tejadi perubahan perencanaan.
5)        Menghadiri rapat koordinasi pengelolaan proyek.

b.        Konsultan Pengawas
Konsultan pengawas adalah orang/badan yang ditunjuk pengguna jasa untuk membantu dalam pengelolaan pelaksanaan pekerjaan pembangunan mulai dari awal hingga berakhirnya pekerjaan pembangunan. Hak dan kewajiban konsultan pengawas adalah:
1)        Menyelesaikan pelaksanaan pekarjaan dalam waktu yang telah ditetapkan.
2)        Membimbing dan mengadakan pengawasan secara periodik dalam pelaksanaan pekerjaan.
3)        Melakukan perhitungan prestasi pekerjaan.
4)        Mengkoordinasi dan mengendalikan kegiatan konstruksi serta aliran informasi antar berbagai bidang agar pelaksanaan pekerjaan berjalan lancar.
5)        Menghindari kesalahan yang mungkin terjadi sedini mungkin serta menghindari pembengkakan biaya.
6)        Mengatasi dan memecahkan persoalan yang timbul di lapangan agar dicapai hasil akhir sesuai dengan yang diharapkan dengan kualitas, kuantitas serta waktu pelaksanaan yang telah ditetapkan.
7)        Menerima atau menolak material/peralatan yang didatangkan kontraktor.
8)        Menghentikan sementara bila terjadi penyimpangan dari peraturan yang berlaku.
9)        Menyusun laporan kemajuan pekerjaan (harian, mingguan, bulanan).
10)    Menyiapkan dan menghitung adanya kemungkinan tambah atau berkurangnya pekarjaan.

3.                       KONTRAKTOR
Kontraktor adalah orang/badan yang menerima pekerjaan dan menyelenggarakan pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan biaya yang telah ditetapkan berdasarkan gambar rencana dan peraturan dan syarat-syarat yang ditetapkan. Kontraktor dapat berupa perusahaan perseorangan yang berbadan hukum atau sebuah badan hukum yang bergerak dalam bidang pelaksanaan pekerjaan. Hak dan kewajiban kontraktor adalah:
a.         Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan gambar rencana, peraturan, dan syarat-syarat, risalah penjelasan pekerjaan (aanvullings) dan syarat-syarat tambahan yang telah ditetapkan oleh pengguna jasa.
b.        Membuat gambar-gambar pelaksanaan yang disahkan oleh konsultan pengawas sebagai wakil dari pengguna jasa.
c.         Menyediakan alat keselamatan kerja seperti yang diwajibkan dalam peraturan untuk menjaga keselamatan pekerja dan masyarakat.
d.        Membuat laporan hasil pekerjaan berupa laporan harian, mingguan dan bulanan.
e.         Menyerahkan seluruh atau sebagian pekerjaan yang telah diselesaikannya sesuai dengan ketetapan yang berlaku.

4.                       HUBUNGAN KERJA
Hubungan tiga pihak yang terjadi antara pemilik proyek, konsultan, dan kontraktor diatur sebagai berikut:
a.         Konsultan dengan pemilik proyek, ikatan berdasarkan kontrak.
Konsultan memberikan layanan konsultasi di mana produk yang dihasilkan berupa gambar-gambar rencana, peraturan, dan syarat-syarat; sedangkan pemilik proyek memberikan biaya jasa atas konsultasi yang diberikan oleh konsultan.
b.        Kontraktor dengan pemilik proyek, ikatan berdasarkan kontrak.
Kontraktor memberikan layanan jasa profesionalnya berupa bangunan sebagai realisasi dari keinginan pemilik proyek yang dituangkan dalam gambar rencana, peraturan, dan syarat-syarat oleh konsultan, sedangkan pemilik proyek memberikan biaya jasa profesional kontraktor.
c.         Konsultan dengan kontraktor, ikatan berdasarkan peraturan pelaksanaan.
Konsultan memberikan gambar rencana, peraturan, dan syarat-syarat, kontraktor harus merealisasikan menjadi sebuah bangunan.

APBN

Berikut ini merupakan penjelasan mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN):
1.             Definisi APBN
APBN adalah suatu daftar yang memuat rincian pendapatan dan pengeluaran pemerintah pusat dalam jangka waktu satu tahun (1 Januari– 31 Desember) pada tahun tertentu, yang ditetapkan dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

2.             Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam kegiatan perekonomian Indonesia dijelaskan sebagai berikut:
a.              Fungsi Alokasi
APBN merupakan sarana bagi negara untuk mengumpulkan dana dari masyarakat, misalnya dalam bentuk pajak dan menggunakannya untuk pembiayaan pembangunan serta mengalokasikannya sesuai dengan sasaran yang dituju. Dengan adanya APBN, pemerintah dapat melakukan proyeksi ke mana dana akan dialokasikan. Sebagai contoh digunakannya dana untuk pembangunan dan perbaikan jalan, jembatan, sekolah serta sarana-sarana lainnya. Proses alokasi APBN nantinya juga akan memengaruhi struktur produksi dan ketersediaan lapangan kerja. Jadi Fungsi Alokasi adalah Anggaran negara diarahkan untuk mengurangi penganguran dan juga berfungsi untuk mengurangi pemborosan sumber daya dengan meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian dimana alokasi terbut bersifat umum, misalnya pembuatan jembatan, tanggul, jalan, perbaikan jalan. 
b.             Fungsi Distribusi
Dalam APBN penerimaan negara yang diperoleh dari berbagai sumber digunakan kembali untuk membiayai pengeluaran negara di berbagai sektor pembangunan melalui departemen-departemen yang terkait. Pengeluaran ini digunakan untuk kepentingan umum yang didistribusikan dalam wujud subsidi, premi, dan dana pensiun. Jadi Fungsi Distribusi adalah pengeluaran negara yang digunakan untuk kepentingan atas dasar kemanusian, bantuan contohnya : dana pensiun, subsidi, premi. 
c.              Fungsi Stabilisasi
Dalam penyusunan APBN, diupayakan adanya peningkatan jumlah pendapatan dari tahun ke tahun, untuk perlu dibuat sebuah kebijakan yang mampu memacu pendapatan negara. Salah satu contohnya adalah kebijakan anggaran defisit. Dalam kebijakan ini pos pengeluaran lebih besar dari pos penerimaan. Dengan kata lain APBN merupakan acuan bagi pemerintah dalam melaksanakan  pembangunan yang diharapkan dapat menjaga kestabilan arus uang dan arus barang, sehingga dapat mencegah terjadinya inflasi maupun deflasi yang akan berakibat pada kelesuan ekonomi (resesi). Jadi Fungsi Stabilisasi adalah menjaga, memelihara dan menstabilkan anggaran negara terhadap pendapatan dan pengeluaran sesuai dengan telah direncanakan dalam APBN. 
d.             Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan berarti setiap penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan yang ditetapkan dan sesuai dalam anggaran negara. 
e.              Fungsi Perencanaan 
Fungsi perencanaan artinya anggaran negara berfungsi mengatur setiap kegiatan pada tahun yang bersangkutan. 
f.               Fungsi Otorisasi 
Fungsi otorisasi artinya anggaran negara merupakan dasar dalam melaksanakan pendapatan dan belanja negara pada tahun tersebut. 

3.             Tujuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Secara umum tujuan dari penyusunan APBN sebagai berikut..
a.              Memelihara stabilitas ekonomi dan mencegah terjadinya anggaran defisit. 
b.             Sebagai pedoman dalam penerimaan dan pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan kegiatan kenegaraan dan peningkatan kesempatan kerja yang diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran masyarakat. 

4.             Prinsip dan Asas Penyusunan APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.              Prinsip anggaran berimbang
Yaitu sisi penerimaan sama dengan sisi pengeluaran, defisit anggaran ditutup bukan dengan mencetak uang baru, melainkan dengan pinjaman luar negeri.
b.             Prinsip dinamis
1)            Anggaran dinamis absolut, yaitu peningkatan jumlah tabungan pemerintah dari tahun ke tahun sehingga kemampuan menggali sumber dalam negeri bagi pembiayaan pembangunan dapat tercapai.
2)            Anggaran dinamis relatif, yaitu semakin kecilnya persentase ketergantungan pembiayaan terhadap pinjaman luar negeri.
c.              Prinsip fungsional
Yaitu pinjaman luar negeri hanya untuk membiayai pengeluaran pembangunan, bukan untuk membiayai pengeluaran rutin. Semakin dinamis anggaran dalam pengertian relatif, semakin baik tingkat fungsionalitas terhadap pinjaman luar negeri.
Sedangkan asas yang digunakan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara meliputi:
a.              Asas kemandirian, artinya pembiayaan negara didasarkan atas kemampuan negara, sedangkan pinjaman luar negeri hanya sebagai pelengkap;
b.             Asas penghematan atau peningkatan efisiensi dan produktivitas;
c.              Asas penajaman prioritas pembangunan, artinya mengutamakan pembiayaan yang lebih bermanfaat.

5.             Struktur dan Susunan APBN
Adapun struktur dan susunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara antara lain sebagai berikut:
a.              Pendapatan dan Hibah
Pendapatan diperoleh dari sumber pajak meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), cukai dan Pajak lainnya yang merupakan sumber utama penerimaan APBN. Selanjutnya Penerimaan Bukan Pajak diantaranya penerimaan dari sumber daya alam, laba BUMN, penerimaan instansi pemerintah yang terkait pelaksanaan tugas dan fungsi semisal biaya pembuatan SIM di Kepolisian, biaya nikah di KUA dan pendapatan lain-lain. Hibah adalah pemberian oleh negara lain kepada negara yang tidak perlu dikembalikan lagi, dapat berupa uang maupun barang.
b.             Belanja
Belanja adalah pengeluaran yang dilakukan instansi pemerintah, pengeluaran rutin adalah pengeluaran yang dilaksanakan secara terus-menerus sepanjang tahun misalnya gaji, pembelian alat tulis pakai habis, dsb. Sedangkan belanja pembangunan adalah pengeluaran yang digunakan untuk membangun aset tetap dan tidak dilaksanakan secara rutin misalnya pembangunan jalan, jembatan dsb.
c.              Dana Perimbangan
Dana Perimbangan adalah transfer dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam rangka program desentralisasi. Terdapat 3 jenis transfer, yaitu dana bagi hasil penerimaan, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.
d.             Dana Otonomi Khusus
Dana Otonomi Khusus diberikan kepada daerah yang memiliki karakteristik khusus yang membedakan dengan daerah lain, contohnya propinsi Papua mendapat dana alokasi yang lebih besar untuk mengatasi masalah yang kompleks di wilayahnya. Tujuan alokasi tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan mengurangi ketertinggalan dari propinsi lainnya.
e.              Defisit dan Surplus
Defisit atau surplus merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Pengeluaran yang melebihi penerimaan disebut defisit, sebaliknya jika penerimaan yang melebihi pengeluaran disebut surplus.
f.               Keseimbangan
Dalam tampilan APBN, dikenal dua istilah defisit anggaran, yaitu : keseimbangan primer, dan keseimbangan umum. Keseimbangan primer adalah total penerimaan dikurangi belanja tidak termasuk pembayaran bunga, sedangkan keseimbangan Umum adalah total penerimaan dikurangi total pengeluaran termasuk pembayaran bunga
g.             Pembiayaan

Pembiayaan diperlukan untuk menutup defisit anggaran. Beberapa sumber pembiayaan yang penting saat ini adalah pembiayaan dalam negeri meliputi penerbitan obligasi, penjualan aset dan privatisasi, dan pembiayaan luar negeri meliputi pinjaman proyek, pembayaran kembali utang, pinjaman program dan penjadwalan kembali utang.

TINJAUAN UUJK NO.18 TAHUN 1999

Perlu diketahui ketentuan-ketentuan dalam pengadaan jasa pemborongan konstruksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk jasa konstruksi. Hal ini dilakukan untuk menghindari penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan jasa pemborongan konstruksi sebagai akibat dari pemahaman/ persepsi yang keliru terhadap ketentuan yang berlaku dapat berpotensi terjadi dampak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Kajian keserasian dilakukan dengan cara membandingkan ketentuan-ketentuan pengadaan jasa pemborongan konstruksi yang diatur dalam UUJK No. 18/1999 dengan Peraturan Pemerintah, baik itu PP No. 28/2000 maupun PP No. 29/2000 sebagai penjabaran dari UUJK dan kenyataannya, serta antara UUJK No. 18/1999, PP No. 28/2000 dan PP No. 29/2000 dengan Keppres No. 80/2003. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai keserasian antara Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK) No. 18/1999 dengan Keputusan Presiden (Keppres) No. 80/2003 dalam Pengadan Jasa Pemborongan Konstruksi dan potensi dampak yang terjadi sebagai akibat dari ketidakserasian peraturan tersebut.
Hasil kajian keserasian, menyatakan ketentuan-ketentuan yang serasi antara lain ketentuan mengenai metoda pemilihan penyedia jasa dan kontrak kerja konstruksi dan ketentuan-ketentuan yang tidak serasi yaitu ketentuan mengenai persyaratan penyedia jasa khususnya untuk usaha orang perseorangan, persyaratan tenaga kerja konstruksi untuk bersertifikat, kriteria keadaan tertentu, dokumen pemilihan penyedia jasa dan dokumen penawaran.
  Berdasarkan hasil kajian keserasian, dilakukan kajian potensi dampak yang dapat terjadi sebagai akibat dari ketidakserasian peraturan dengan mengidentifikasi kejadian dan dampak yang berpotensi terjadi dengan menelaah dokumen-dokumen terkait dengan ketentuan-ketentuan yang tidak serasi tersebut. Hasil kajian tersebut menunjukan ketentuan yang paling berpotensi terjadi dampak terhadap pekerjaan konstruksi adalah persyaratan tenaga kerja konstruksi. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pelaku konstruksi baik pengguna jasa maupun penyedia jasa dengan mengetahui ketentuan-ketentuan yang harus berlaku pada jasa konstruksi dan dampak yang berpotensi terjadi sebagai akibat dari penyimpangan terhadap ketentuan tersebut.

ARBITRASE

Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa (berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa). Adapun pada saat berlakunya UU No. 30 Tahun 1999 ini, ketentuan mengenai arbitrase sebagaimana diatur dalam pasal 615 sampai 651 Rv, Pasal 377 HIR, dan Pasal 705 Rbg tidak berlaku lagi. Adanya UU No. 30 Tahun 1999 telah berusaha mengakomodir semua aspek mengenai arbitrase baik dari segi hukum maupun substansinya dengan ruang lingkup baik nasional maupun internasional. 
Di Indonesia sendiri, minat untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur arbitrase ini meningkat semenjak diundangkannya UU No. 30 Tahun 1999 tersebut. Adapun beberapa hal yang menjadi keuntungan Arbitrase dibandingkan menyelesaikan sengketa melalui jalur litigasi adalah :
1.             Sidang tertutup untuk umum
2.             Prosesnya cepat (maksimal enam bulan)
3.             Putusannya final dan tidak dapat dibanding atau kasasi
4.             Arbiternya dipilih oleh para pihak, ahli dalam bidang yang disengketakan, dan memiliki integritas atau moral yang tinggi
5.             Walaupun biaya formalnya lebih mahal daripada biaya pengadilan, tetapi tidak ada 'biaya-biaya lain' ; hingga
6.             Khusus di Indonesia, para pihak dapat mempresentasikan kasusnya dihadapan Majelis Arbitrase dan Majelis Arbitrase dapat langsung meminta klarifikasi oleh para pihak.
Dalam ruang lingkup internasional, Indonesia maupun pihak-pihak dari Indonesia juga acap kali menyelesaikan sengketa melalui jalur arbitrase. Beberapa contoh kasusnya adalah:
1.         Sengketa antara Cemex Asia Holdings melawan Indonesia yang diselesaikan melalui International Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID) pada 2004 sampai 2007
2.         Sengketa antara Pertamina melawan Commerz Asia Emerald yang diselesaikan melalui Singapore International Arbitration Center (SIAC), Singapore pada tahun 2008
3.         Sengketa terkait Bank Century dimana dua pemegang sahamnya menggugat Pemerintah Indonesia yakni Rafat Ali Rizvi dan Hesham Al Warraq yang diselesaikan melalui ICSID, Singapore
4. Sengketa antara Newmont melawan Pemerintah Indoesia yang diselesaikan diiiICSID,WashingtoniiDC

Seiring perkembangannya, penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini menemui beberapa permasalahan. Masalah utama adalah terkait dengan pelaksanaan atau eksekusi putusan arbitrase. Dalam ruang lingkup internasional, putusan arbitrase internasional dapat diakui dan dilaksanakan di Indonesia apabila tidak bertentangan dengan ketertiban umum, telah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, serta apabila salah satu pihak dalam sengketa adalah Negara Republik Indonesia maka hanya dapat dilaksanakan setelah ada eksekuatur dari Mahkamah Agung - RI. Permasalahannya, pengadilan di Indonesia seringkali "dicap" enggan untuk melaksanakan pelaksanaan putusan arbitrase internasional dengan alasan bahwa putusan tersebut bertentangan dengan ketertiban umum. Lain permasalahan, dalam ruang lingkup nasional pelaksanaan putusan arbitrase juga seringkali terhambat akibat kurangnya kemampuan dan pengetahuan arbiter Indonesia yang berakibat penundaaniiputusaniiarbitrase.
Berdasarkan pasal 1 ayat 10 UU Republik Indonesia No 30 tahun 1999, Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Sedangkan penyelesaian sengketa dalam penyelenggaraan jasa konstruksi di luar pengadilan dapat dilakukan dengan cara :
1.             Melalui pihak ketiga yaitu :
a.       Mediasi (yang ditunjuk oleh para pihak atau oleh Lembaga Arbitrase dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa);
b.      Konsiliasi

2.             Arbitrase melalui Lembaga Arbitrase atau Arbitrase AdHoc.